Ahad, November 28, 2010

AhlulBait: Satu penjelasan berdasarkan Nasab Syari'e Dan Hukum Fiqh

Diskusi ini berjalan dengan aman dengan ikhwan kita seorang pencinta AhlulBait, kesimpulan dan kekeliruan mengenai nasab ahlulbait (terutamanya nasab syari'e) telah diperbahaskan dengan baik. Sila Ikuti sambungan dari siri terdahulu.


Sila baca mengikut format dialog.
Penulis = Saya
MS = Rakan debat
-------------------------


MS

Panjang lebar anda membawa teori2 sejarah dan teori2 sains...
malahan yg panjang2 itu hanya memenatkan mata utk membacanya,kerana itu adalah teori2 yg menyesatkan.
hujah yg dangkal!!

Penulis

terima kasih di atas respons encik Muhibbin, saya tidak memaksa anda untuk menerima hujah saya. sebagai pengakhir bicara, saya ingin memohon maaf jika ada terkasar bahasa atau tulisan saya menganggu saudara.Saya juga ingin memohon ampun dan kemaafan untuk semua ikhwan muslimin di akhir zaman ini dari Yang Maha Pemurah dan Maha Pengampun Allah SWT. dan saya ingin mengajukan soalan mudah kepada saudara, jika saudara menjawabnya dengan jujur dan ikhlas, saya akan menamatkan hujah2 saya disini, dan saya tidak akan mempertikaikan lagi (secara peribadi) peranan persatuan asyraaf selaku penjaga rasmi nasab keturunan Ziadatin fi Syarofil Mustofa Saidina Wal Maulana Rasulullah SAW secara ZAHIR (dan yang batinnya terserah kepada yang Maha Mengetahui). dan anda selaku jurucakap (persatuan),boleh lah menjawab soalan terakhir dari saya:

1. apa pandangan saudara mengenai mazhab2 (ASWJ) dalam ISLAM? Kenapa kita tidak sahaja mengikut apa yang diamalkan oleh umat Islam di zaman nabi SAW?

2. Apa pandangan saudara mengenai ilmu tasawuf dan tarekah sufiah?

3.Apa pendapat saudara mengenai manhaj salaf dan salafi?

4.Apakah makna Islam,Iman dan Ihsan pada pandangan saudara?



MS

pembetulan : saya bukan jurucakap pertubuhan ahsraff..

pertanyaan saudara tidak ada menyangkut masalah nasab yg di bincangkan disini..


MS

nasab para rasul adalah terpelihara dan tiada yg meragui termasuklah nasab Imam Mahdi..nasab beliau adalah jelas spt yg disabdakan Rasulullah..
Nasab tidak boleh pastikan dgn kasyaf atau pengetesan DNA.
Sudah menjadi tradisi masyarakat arab pencatatan dibuat utk menjaga silsilah kluarga mrk, apalagi golongan Alawiyyin...dimana ada kelompok alawiyyin, mrk akan melantik naqib bagi pencatatan nasab keluarga mrk.
Pendataan nasab adalah dinisbatkan kpd bapa mrk, bukannya kpd ibu.

Penulis

seperti kebiasaannya dan telah dijangka, saudara sentiasa mengelak dari menjawab sebarang soalan atau pertanyaan. maka tiada gunanya kita meneruskan diskusi yang seakan-akan mendengar hujah dari sebelah pihak saja. tapi saya menghormati pendirian saudara untuk tidak menjawab soalan tersebut.semoga kita sentiasa dirahmati Allah. biarlah yang rahsia tetap tinggal rahsia..banyak lagi perkara yang saudara tidak ketahui mengenai ahlul bait..demi Allah..jika saudara benar-benar mencintai ahlulbait (yakni seluruh ahlulbait mengikut takrifan fiqah dan tasawuf), maka saudara perlulah membuka mata hati saudara untuk sebarang perkara yang melangkau logik akal.Madad Ya Rasulullah..Madad Ya Saiyidina Ali, Madad Ya Saiyidina Hussain, Madad Ya AhlulBait..Assalamualaikum..

MS

bagaimana takrif mengikut fiqh dan tasawwuf menurut saudara?

Penulis

hmm..mmg dah dijangka, saudara tidak akan pernah menjawab soalan dari sesiapa pun bahkan saudara melontarkan pula soalan kepada yang bertanya. hehehe..takpe2.. demi ilmu dan kebenaran.utk pengetahuan saudara, ayah saya bukan syed/sharif atau habib..tapi saya juga seorang pencinta ahlulbait zahir dan batin.

adat dan tradisi itu bukanlah hukum dan ketentuan Allah swt. mari kita lihat hukum feqah:

1.Mazhab Hanafi: Anak dinasabkan dari bapa sahaja


2.Mazhab Hambali : Anak boleh dinasabkan dari ibu dan bapa


3.Mazhab Shafi'e : Anak boleh dinasabkan dari ibu dan bapa

di Malaysia kita mengamalkan mazhab shafie,KECUALI...pada mereka yang mengamalkan mazhab Hanafi. Wallahulalam...

Takrifan tasawuf:
sila tanya Sheikh atau Mursyid saudara.Ahlulbait tidak berlandaskan aliran darah keturunan semata-mata kalau mengikut tafsiran dalam tasawuf, tp saudara boleh baca nota tambahan seperti yang saya lampirkan dibawah.

nota tambahan:

Siapakah sebenarnya Ahli Bait itu? Apakah Ahli bait akan muncul dari keturunan (kerabat dekat) saja? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan diuraikan sebagai berikut :

” Sungguh Rasulullah SAW telah ditanya : “Hai Rasulullah apakah Allah mempunyai Ahli? Rasulullah Saw. Menjawab :”Ya, ahlul Qur’an, merekalah ahlullah dan orang yang dikhususkannya”. Dari hadits ini, jikalau ahliyah itu yang dimaksud kerabat dekat, maka Rasulullah akan menjawab kerabat Allah dan kerabat al-Qur’an. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT :


” يا أهل يثرب لا مقام لكم فارجعوا “


Yang artinya: “Ya ahli Yatsrib tidak ada tempat bermukim bagimu maka kembalilah”. (QS;Al-Ahzab:13). Allah tidak berfiman Ya kerabat yatsrib. Dan didalam kisah nabi Nuh as. Ketika anaknya tidak mau naik kapal bersamanya, maka sayidina Nuh berkata kepada Allah :


” ربي إن ابني من أهلي وإن وعدك الحق “


Yang artinya: “Tuhanku sesungguhnya anakku termasuk ahliku, dan sesunggguhnya janjimu itu benar”, (QS: Al-Hud: 45). Lalu Allah berfirman :


” إنه ليس من أهلك أنه عمل غير صالح “


Yang artinya: “sesungguhnya dia (anakmu) bukan termasuk ahlimu, dia beramal tidak saleh”. (QS: Hud : 46).


Dari sini kita memahami bahwasannya ahliyah itu lebih mulia dari sekedar kerabat dekat.

Setiap orang yang menasabkan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW. dari jalan kerabat yaitu dari keturunan Sayidah Fatimah Al-Zahra (anak perempuan Nabi) maka dinamakan Dzurriyah dan tidak dinamakan Ahli. Sedangkan keturunan yang lebih baik kesalehannya dari dzurriyah di namakan ‘Itrah sebagaimana sabda Rasulullah SAW :” Dan “itrahku itu Ahli baitku” Dan keturunan yang lebih baik kesalehannya dari ‘itrah itu dinamakan ahli, merekalah keturunan yang mempunyai ahliyah yang sesuai dinasabkan kepada Nabi SAW dengan nasab keimanan. Dan ini tidak hanya untuk Rasulullah saja, akan tetapi untuk semua orang mukmin sebagaimana firman Allah SWT :


” واللذين أمنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ألحقنا بهم ذريتهم ”


Yang Artinya: ” Dan orang-orang yang beriman dan anak cucu (dzurriyah)nya mengikuti mereka dalam keimanan, maka kami golongkan anak cucu itu kepada mereka (orangtuanya). (QS: Al-Thur :21)


Jadi syarat untuk bisa digolongkan adalah mengikuti (ittiba’), dan anaknya Nabi Nuh tidak digolongkan dengan orangtuanya karena syarat untuk dapat digolongkan itu tidak ada yaitu ittiba’, sebagaimana telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an:


” يا بني اركب معنا ولا تكن من الكافرين “


Yang artinya: “Hai anakku naiklah (ke kapal) bersamaku dan janganlah kau menjadi golongan orang –orang kafir. (QS: Al-Hud: 42). Lalu anaknya berkata:

” سآوي إلى جبل يعصمنى من الماء “


Yang artinya: “Aku akan lari ke gunung yang akan melindungiku dari air”. (QS: Al-Hud: 43), Maka ketika syarat ‘itiba’ itu hilang, berarti dia telah menghilangkan ahliyahnya. Dan seakan-akan tingkatan ahliyah itu akan diperoleh setelah melalui proses dua kali penyaringan, yang pertama adalah keturunan itu lebih baik kesalehannya dari dzurriyah atau setidakya dia tidak melanggar perintah Allah dan RasulNya dan yang kedua adalah keturunan itu lebih baik kesalehannya dari ‘itrah. Merekalah ahli baitnya Nabi yang berhak dan sesuai untuk mengemban kepercayaan dan menyampaikan risalah. Seperti itulah ahli bait dari setiap profesi atau bidang apa saja yang ahli dan sesuai untuk meneruskannya.


Allah SWT, berfirman :


” وكانوا أحق بها وأهلها “


Yang artinya: ” Merekalah yang lebih berhak dengan kalimat takwa itu dan ahlinya (pemiliknya)”. (QS: Al-Fath: 26). Dalam firman yang lain juga menjelaskan;


” جنات عدن يدخلونها ومن صلح من آبائهم وأزواجهم وذرياتهم “


Yang artinya: ”(yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya. (QS: Al Ro’d: 23). Dari sinilah seorang anak dapat mengambil nasab kesalehan orangtuanya dan digolongkan kepadanya jikalau mengikutinya, karena dengan ittiba’ sang anak, seketika itu pula dia telah menjadi ahli dari orangtuanya. Dan bagi kita jangan berkecil hati, karena ada jalan lain yang dapat membawa kita menjadi ahli bait, yaitu dengan keimanan sebagaimana yang telah dilakukan oleh sayidina Salman Al-Faritsi, Bilal bin Rabah al-Habsy dan Shuhaib al-Rumi. Sungguh Rasulullah telah memberi mereka itu kemulyaan nasab kepada Beliau walaupun mereka bukan termasuk dari keturunanNya. Rasulullah SAW bersabda :


” سلمان منا اهل البيت ”


Yang artinya :” Salman termasuk dari kami ahli bait “. Rasul bersabda :


” بلال منا اهل البيت “


Yang artinya :” Bilal termasuk dari kami ahli bait”. Dan juga Rasul bersabda :


” سهيب منا اهل البيت “


Yang artinya :” Shuhaib Termasuk dari kami ahli bait”.

Allah SWT, berfirman :


” النبى أولى بالمؤمنين من أنفسهم وأزواجه أمهاتهم “


Yang artinya: “Nabi Muhammad adalah paling utamanya orang-orang mukmin dan istri- istrinya adalah para ibu mereka”. (QS: Al-Ahzab: 6). Ketika para istri Nabi itu adalah sebagai para ibu dari orang-orang mukmin maka ini adalah dinasabkan kepada Rasulullah atas dasar keimanan maksudnya bahwa nasabnya mereka kepada Rasulullah adalah ali maka dinamakan ali bait. Dan pada akhirnya berkumpul dua nasab yaitu nasab keimanan dan nasab keturunan yang shaleh dinamakan ahli bait.


Seseorang tidak akan termasuk didalam kemulyaan ini kecuali dengan iman dan ittiba kepada Rasulullah walaupun itu termasuk keturunan Beliau sebagaimana sabda Nya : “Barang siapa yang menaati aku maka ia masuk surga walaupun budak habsyi, dan barang siapa yang mendurhakaiku maka ia masuk neraka walaupun orang mulia Quraisy”.

Walaa Haula walaa quwata illa billah.



_________________________________

rujukan:

1. Pengajian-pengajian Maulana Syekh Mukhtar Ali Muhammad al-Dusuqi Ra. (Syekh Tarekat Dusuqiyah Muhammadiyah).

2. Surat kabar al-Buhairah wal-Aqalim Mesir edisi 122 tahun 2004.

3. Surat kabar Shautul-Ummah Mesir edisi 7 April tahun 2003.


Penulis

MS:
nasab para rasul adalah terpelihara dan tiada yg meragui termasuklah nasab Imam Mahdi..nasab beliau adalah jelas spt yg disabdakan Rasulullah..
Nasab tidak boleh pastikan dgn kasyaf atau pengetesan DNA.
Sudah menjadi tradisi masyarakat arab pencatatan dibuat utk menjaga silsilah kluarga mrk, apalagi golongan Alawiyyin...dimana ada kelompok alawiyyin, mrk akan melantik naqib bagi pencatatan nasab keluarga mrk.
Pendataan nasab adalah dinisbatkan kpd bapa mrk, bukannya kpd ibu.

Saudara, seberapa banyakkah kebenaran yang nyata tapi telah disangkal oleh umat islam akhir zaman? Jika tanda-tanda kecil kiamat seperti hamba melahirkan tuannya, manusia berlumba-lumba membina bangunan tinggi dan bencana alam yang silih berganti pun manusia masih lagi leka dan terus menyangkal itu hanyalah biasa mengikut hukum alam....

Ketibaan Imam Mahdi juga bakal disambut dengan penyangkalan oleh umat manusia akhir zaman (kecuali yang beriman dan peka terhadap tanda2 yang disebutkan dalam Quran dan Hadis). ketibaan Imam juga mungkin tidak membawa bersamanya catatan nasab yang zahir (seperti catatan oleh naqib). Adakah kita akan berpaling darinya dan menyangkal kedatangan Imam Mahdi pada waktu itu? (Nauzubillah!!)Maka wajiblah bagi kita mencari segenap ilmu.Ilmu dalam Isllam bukan hanya sesempit sampai ke ilmu fiqh sahaja..byk lg cabang ilmu yang patut kita pelajari seperti tasawuf.

Adakah mereka-mereka itu menolak tasawuf kerana ia tidak menepati logik akal?tidakkah akal itu sangat terhad fungsinya? buktinya akal tidak mampu memikirkan bagaimana rupanya Zat Allah dan perkara2 halus yang lain. Wallahuallam..

MS

saya jg menjangka copy n paste adalah permainan dlm forum ini..
rupa2nya saudara masih belum faham apa yg sedang dibincangkan...saudara masih keliru apa itu ahlul baiyt, itrah, aa'l dan nasab keturunan..
kita bukan membicarakan nasab ilmu atau nasab tariqoh..

boleh saya tahu dari kitab mana yg mengatakan Imam Syafie dan Imam Hambali mengtaakan "Boleh menasabkan anak kepada Ibu" (melainkan anak diluar nikah).

Sedangkan Hadist Nabi jelas menyebut Setiap anak di nasabkan (nisbat) kepada bapanya melainkan hassan & hussin serta Isa anak Maryam...


Penulis

owh..copy dan paste itu saya rujuk sebagai nota tambahan, bukan sebagai rujukan utama.saya telah nyatakannya sblm ini.

maksud saya bukan berbin/binti kan ibu..tapi mengambil kira darah keturunan seseorang itu dari ibu dan bapanya..sb itu saya tidak menyebut "nisbat". maaf atas kekeliruan tersebut

MS

kita membicarakan ttg nasab/nisbat/bin bukan tafsiran ahlul baiyt.
harapan saya agar saudara baca dulu post2 yg terdahulu dan perhatikan tajuk topic sebelum memberi komen, agar ianya tidak melencong dan saling berburuk sangka...

Penulis

ini bermakna saudara membantah anak kepada sharifah yang berkahwin dengan dengan ajam mengaku dia adalah dari leluhur Rasulullah saw? itu yang saya ingin jelaskan sejak awal perbincangan lagi..maaf jika huraian saya tak difahami dengan saudara. saya menjangkakan perkongsian ilmu yang berlaku.

MS

wanita yang bernasab kepada Rasulullah mempunyai hukum khusus dlm hal perkahwinan..
hal ini bersangkut paut dlm pemutusan nasab..
ini adalah jalan habaib alawiyyin yg mengerti dalam hal keluarga mereka..
Penulis

pemutusan nasab itu bersandar hukum fiqah ASWJ? atau fatwa oleh mufti2, ulama2 zaman sekarang? soalan ini yang bermain difikiran saya sejak dulu lagi..dekat malaysia ni kan ramai sharifah yang berkahwin dengan ajam, so apa status keturunan anak mereka? boleh mengaku berketurunan Rasulullah SAW? untuk pengetahuan saudara emak saya pun bukan sharifah..saya berdiskusi hanya untuk menambah ilmu dan bukannya untuk mendakwa.

MS

Perbincangan lebih menarik dgn perkongsian ilmu serta adap tanpa melecehkan dan makian..semoga alah merahmati kita...

Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahj al-Balaghoh berkata, 'Tiada seorang pun dari umat ini dapat dibandingkan dengan keluarga Muhammad saw'. Imam Ali mengatakan bahwa tiada orang di dunia ini yang setaraf (sekufu') dengan mereka, tiada pula orang yang dapat dianggap sama dengan mereka dalam hal kemuliaan.
Kenyataan Imam Ali menunjukkan ketinggian dan kemulian turunan yg bernasab kpd Rasulullah saw.
Dalam hukum fiqh ASWJ telah tersebut akan hal kekhususan terhadap wanita Syarifah dalam hal pernikahan yg disebut Kafaah Syarifah (kufu dlm hal keturunan).
Berdasarkan kenyataan Imam Ali, hanya para Sayyid yg setaraf (kufu) menikahi Syarifah..hal ini bukan suatu kesombong tapi itu adalah pengiktirafan kemuliaan turunan Rasulullah melalui nasab.
Hal ini dikuatkan lagi dgn penyataan Amirul Mukminin Omar Bin Al-Khattab r.a. katanya: "Aku akan melarang wanita-wanita dari keturunan yang mulia menikah melainkan dengan lelaki-lelaki yang setaraf dengannya". Diriwayatkan oleh Ad-Daraqutni.

Manakala Imam Ahmad berkata selain bangsa Quraish dari kalangan Arab tidak ada yang menyamainya dan selain Bani Hashim tidak ada yang menyamainya, inilah pendapat golongan Syafi'e berdasarkan riwayat Wathilah Bin Al-Asqa' 

MS

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai kafa'ah syarifah (quraisy), marilah kita perhatikan hadits yang menceritakan tentang adanya kafa'ah di kalangan wanita Arab...
Telah diceritakan dalam kitab Syarah al-Wasith bahwa Umar bin Khattab akan menikahkan anak perempuannya kepada Salman al-Farisi (parsi/ajam), kemudian berita tersebut sampai kepada Amr bin Ash, dan beliau berkata kepada Salman: Saya lebih setara (sekufu') dari pada engkau... Maka Salman berkata: Bergembiralah engkau... Dan selanjutnya dengan sikap tawadhu' Salman berkata: Demi Allah, saya tidak akan menikah dengan dia selamanya..

Ketika Salman al-Farisi hendak sholat bersama Jarir, salah satu sahabatnya yang berasal dari bangsa Arab, Salman dipersilahkan menjadi imam sholat, kemudian Salman al-Farisi berkata: 'Tidak! engkaulah yang harus menjadi imam. Wahai bangsa Arab, sesungguhnya kami tidak boleh mengimami kamu dalam sholat dan tidak boleh menikahi wanita-wanita kamu. Sesungguhnya Allah swt telah memelihara kamu atas kami disebabkan kemuliaan Muhammad saw yang telah diciptakan dari kalangan kamu'. Dalam riwayat lain dari Salman al-Farisi berkata : "Sesungguhnya Rasulullah telah melarang kami untuk memimpin (mengimami) kamu atau menikahi wanita-wanita kamu."

Penulis

pernah baca ini di forum asyraaf, persoalan saya, siapa yang menetapkan kafaah ini? para ulama alawiyyin atau imam mazhab? saya pasti ramai yang nampak "double standard disini (double standard untuk wanita dan double standard antara adat orang arab dengan hukum fiqh orang kebanyakkan).tidak saudara nampak perkara ini seaakan perilaku kaum Bani Israel laknatullah yang mengakui bangsa mereka lebih istimewa dari bangsa lain? tolong kongsi ilmu saudara mengenai perkara ini, saudara pernah baca buku karangan Hj Muzaffar bin Dato' Mohammad, apa pendapat saudara?
dan apa pendapat saudara mengenai nasab Sultan Hasanah Bolkiah dan raja-raja melayu yang lain.

sedutan dari buku tersebut:

berikut ialah pandangan Hj Muzaffar bin Dato' Mohammad dalam bukunya...

Takrif zuriat Rasulullah SAW

Zuriat Rasulullah SAW ditakrifkan sebagai keturunan dari ahlul-bait baginda. Lebih tepat lagi, zuriat Rasulullah SAW adalah melalui cucu-cucu baginda Al-Hassan dan Al-Hussein, kerana telah diketahui bahawa kesemua putera Rasulullah SAW telah meninggal dunia semasa masih kecil lagi, dan hanya puteri baginda Sayyidatina Fatimah RA sahaja yang dikurniai keturunan yang hidup sehingga dewasa. Rasulullah SAW pernah menyebut Al-Hassan dan Al-Hussein sebagai ‘putera-putera’ baginda.

Persoalannya, apakah keturunan dari anak perempuan termasuk dalam pengertian zuriat? Mengenai hal ini ada dua pendapat di kalangan para ulamak.

Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Syafi’ee berpendapat bahawa keturunan dari anak perempuan termasuk dalam pengertian zuriat. Mereka mengemukakan hujjah berdasarkan pada Firman Allah SWT yang bermaksud;

“Dan dari keturunannya (Ibrahim), (Kami beri petunjuk kepada) Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuff, Musa dan Harun. Demikianlah Kami beri balas kebajikan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan (dari keturunan Ibrahim juga); Zakariyya, Yahya, ‘Isa dan Ilyas…..” (Al-An’am :84)

Dari ayat ini telah jelaslah bahawa Nabi Isa AS ditakrifkan sebagai mempunyai hubungan salasilah dengan Nabi Ibrahim AS melalui bondanya Maryam. Kerana di atas kekuasaan dan ketentuan Allah SWT, Nabi Isa telah diciptakan tanpa berbapa. Jelaslah dari ayat ini bahawa zuriat juga mencakupi keturunan dari seorang wanita. Di Kelantan, terdapat amalan memberikan prediket ‘Nik’ pada zuriat seorang Syarifah dengan suami orang Ajam (tidak berketurunan Arab). Terengganu dan Pahang pula, meletakkan prediket ‘Wan’ pada kes-kes yang sama. Di Perak, keluarga ahlul-bait mendapat status golongan bangsawan, dan mana-mana Syarifah yang kahwin dengan orang Ajam, boleh meletakkan prediket ‘Megat’ dan ‘Puteri’ pada anak-anak mereka. Adat Melayu lama ini mungkin berpunca atas pegangan orang-orang Melayu dahulu kala kepada Mazhab Syafiee yang tidak memutuskan nasab Rasulullah SAW pada anak-anak melalui perkahwinan seorang Syarifah dengan suami dari kaum Ajam.

Imam Abu Hanifah pula berpendapat bahawa keturunan dari anak perempuan tidak termasuk dalam pengertian zuriat. Beliau bersandarkan pada kenyataan bahawa keturunan seorang anak adalah melalui nasab bapanya. Kerana itu jika seorang wanita Bani Hasyim berkahwin dengan lelaki yang bukan dari Bani Hasyim, maka anak itu bukan dari Bani Hasyim. Imam Abu Hanifah seterusnya menjelaskan bahawa dalam persoalan keturunan Fatimah RA yang menjadi zuriat Rasulullah, ini sebenarnya merupakan suatu keistimewaan baginda di atas status martabat dan keagungan baginda. Dalam lain perkataan, keturunan Fatimah RA menjadi zuriat baginda Rasulullah SAW hanya disebabkan oleh factor kemuliaan dan ketinggian darjat baginda yang sama sekali tidak boleh disamakan dengan sesiapapun di dunia ini.

Menanggapi hujjah demikian, Ibnul Qayyim menjelaskan pendapat seperti itu sama sekali tidak boleh diterima pakai, kerana ia merupakan penyamaan antara soal-soal keduniaan dan soal-soal keagamaan,. Bagi mengetahui lebih lanjut akan persoalan ini, dapatlah ditela’ah kitabnya yang berjudul Jala’ul-Afham halaman 177.Banyak Hadeeth Sahih yang mengesahkan tentang keturunan ahlul-bait Rasulullah SAW. Di antaranya ialah dua buah Hadeeth riwayat Imam Ahmad bin Hambal :


“Barangsiapa mencintaiku dan mencintai keduanya itu- yakni Al-Hassan dan Al-Hussein - serta mencintai ibu dan bapa mereka, yakni Fatimah Az-Zahra dan Sayyidina ‘Ali -kemudian ia meninggal dunia sebagai pengikut sunnahku, ia bersamaku di dalam syurga yang sedarjat.”

“ Pada hari kiamat aku akan menjadi syafi’ (penolong) bagi empat golongan. Yang menghormati keturunanku; yang memenuhi keperluan mereka; yang berupaya membantu urusan mereka pada waktu diperlukan dan yang mencintai mereka sepenuh hati.” Dalam sebuah hadeeth Al-Hakim berasal dari Zaid bin Arqam RA, Rasulullah SAW menegaskan antara lain; “ …Mereka (ahlul-bait) adalah keturunanku, dicipta dari darah dagingku dan dikurniai pengertian serta pengetahuanku. Celakalah orang dari umatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubungan denganku melalui (pemutusan hubungan dengan) mereka. Kepada orang-orang seperti ini, Allah SWT tidak akan menurunkan syafaatku (pertolonganku).”

....dan apa yang lebih menarik lagi ialah kenyataan penulis (Hj Muzaffar Dato' Othman) seperti berikut......


......Di Malaysia pula, mereka yang mempunyai gelaran Nik, Long dan Wan (Nik, Long dan Wan adalah prediket cucu cicit seorang ahlul-bait Rasulullah SAW yang pernah menjadi seorang bangsawan Kelantan lama (sebahagian dari empayar Majapahit), iaitu Ali Nurul Alam pada nama lahir mereka lazimnya akan mendapati salasilah mereka sebenarnya bersusur galurkan dari keturunan Rasulullah SAW. Begitu juga bagi gelaran Pangeran di Brunei atau Wan di Acheh.

Kelompok ini sebenarnya masih tidak hilang ‘bisanya’ sebagai ahlul-bait, tetapi asimilasi yang sempurna dan kemungkinan tiadanya orang tua di kalangan keluarga yang tahu dan secara sukarelanya mahu menceritakan nasab keluarga, ataupun menyimpan salasilah keturunan, telah menyebabkan golongan ini tidak mengetahui bahawa asal usul mereka dari keturunan mulia. Ini merupakan kerugian besar buat mereka kerana sudah tentu menyebabkan mereka tidak dapat menghargai asal usul sebenar mereka berbanding dengan golongan pertama yang sedar akan kepentingan ‘daulah zuriat’ yang dimiliki.

Golongan yang ketiga pula ialah kaum wanita ahlul-bait, iaitu ‘Syarifah’, yang berkahwin dengan lelaki Ajam (bukan Arab). Mengikut tradisi, anak-anak mengikut nasab bapa. Dalam lain perkataan, jika bapa tiada berketurunan Rasulullah SAW sedangkan ibunya pula berketurunan demikian, maka anak yang lahir hasil dari perkahwinan tersebut mengambil nasab dari bapanya dan terpaksa memutuskan zuriat Rasulullah SAW yang datang dari ibunya. Persoalannya, adakah tradisi ini benar mengikut hukum feqah?

Terdapat dua hujjah pada masalah ini . Jika pendapat dan Mazhab Hanafi yang diterima pakai, maka tiadalah sebarang kekeliruan lagi, kerana memang sudah terputuslah nasab keluarga Rasulullah SAW pada anak-anak bagi wanita ahlul-bait hasil dari perkahwinan dengan orang biasa. Tetapi jika pendapat dan Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal juga Mazhab Imam Syafiee
diterima pakai, bermakna tidaklah terputus nasabnya pada anak-anak tersebut. Atas alasan ini, maka ramai diantara umat Islam di tanah air dari ahlul-bait Rasulullah SAW, melalui nasab ibu, nenek atau moyang perempuannya yang berkahwin dengan lelaki Ajam, dan yang berpegang pada Mazhab Syafiee tidak mengetahui hakikat sebenar keturunan mereka semata-mata kerana mengikut adat atau kejahilan, sanggup memutuskan gelaran Sayyid atau Syarifah pada salasilah kebawah keluarga mereka.Umat Islam di dunia sebelah sini yang hampir kesemuanya mengikuti Mazhab Syafiee patutlah disedarkan akan hakikat ini.

Kesimpulannya, jika dikaji pada definisi ahlul-bait dalam hubungkaitnya dengan masyarakat Islam di Asia Tenggara ini, kita bolehlah menganggarkan betapa ramainya ahlul-bait Rasulullah di kalangan bangsa Melayu, walaupun pada hakikatnya rupa,
identiti adat dan budaya mereka telah bersebati dan secocok dengan bangsa Melayu yang asal. Namun begitu, darah Rasullalh SAW yang mengalir di tubuh mereka kadangkala tetap akan menyinarkan ciri-ciri istimewa ahlul-bait yang menjadi resam anak cucu Rasulullah SAW di merata pelusuk muka bumi ini. Sesungguhnya bumi Nusantara ini redup dengan kehadiran ramainya para ahlul-bait. Sedikit sebanyak ianya menyebabkan turunnya rahmat Allah SWT pada bumi ini, berlebih lagi jika kedapatan ramai dari kalangan ahlul-bait yang molek dan elok pengamalan agama mereka.

MS

saya sudah pernah membaca buku tulisan HjMuzafar dan isterinya..
buku tersebut bagi pandangan peribadi saya tidak seimbang...diambil sebahagian dan ditinggal sebahagian hukum tentang hal keutamaan keturunan rasulullah...dengan terbitnya buku tersebut bertambah ramai yg mahu mengaku-ngaku mereka juga bernasabkan kepada Rasulullah (termasuk isterinya sendiri).

Penulis

bukankah itu adalah adalah sifat tawaduk Salman Al-Farisi? maka beliau merendahkan bangsanya sendiri oleh kerana Rasulullah SAW dari bangsa arab? adakah ini mencakupi suku kaum arab yang lain (bukan Quraisy)? adakah telah "comfirm" anak sharifah dan ajam terputus pertalian darahnya dengan Rasulullah secara zahirnya? adakah fatwa/hukum ini telah di war war kepada umum? saya memang tahu, kalau saya berada dikalangan arab, komfem nasab akan terputus berdasarkan adat dan budaya orang arab sejak turun temurun yang mengambil asal keturunannya dari bapa.

sebelum ini saya telah menyatakan mengenai keturunan yang terasing dan terahsia dari catatan naqib. seperti yang berlaku di negeri kelantan, di mana para alawiyyin lelaki berkahwin dengan anak bangsawan ditempat persinggahan, dan sebagai tanda hormat, anak beliau diberikan nama berdasarkan prediket bangsawan seperti tengku,long,nik dan ia terus menerus diwarisi oleh anak lelaki,cucu lelaki dan seterusnya, tetapi ia tidak tercatat dalam mana2 kitab nasab. Dan tiada orang lain yang mengetahui mengenainya kecuali keturunannya dan Allah SWT. apa pendapat saudara mengenai situasi ini? ramai para syed telah menggugurkan prediket syed pada anak lelaki mereka dan memakai prediket tempatan (dari keturunan ibu).di kelantan byk terdapat kes seperti ini.

apa pendapat saudara?

MS

persoalan saya, siapa yang menetapkan kafaah ini?'para ulama alawiyyin atau imam mazhab? saya pasti ramai yang nampak "double standard disini (double standard untuk wanita dan double standard antara adat orang arab dengan hukum fiqh orang kebanyakkan).tidak saudara nampak perkara ini seaakan perilaku kaum Bani Israel laknatullah yang mengakui bangsa mereka lebih istimewa dari bangsa lain? tolong kongsi ilmu saudara mengenai perkara ini.


Penetapan Kafaah adalah dari Rasulullah sendiri..spt penyataan Salman Al-Farisi sendri : "Sesungguhnya Rasulullah telah melarang kami untuk memimpin (mengimami) kamu atau menikahi wanita-wanita kamu."
sekiranya bangsa arab itu mulia apa lagi quraisy lagi-lagi bani hasyim..
telah sayakatakan tadi,ini bukan suatu kesombongan spt bani israel yg saudara sangkakan terhadap turunan mulia ini.
Hal ini bukan double standard, tetapi hal ini disebut khususiah bagi turunan baginda.
Kafaah, Haram Zakat, Berhak keatas Khumus, Berhal mendapat Salawat... ini disebut khususiah.
Begitu juga umat Muhammad mendapat khususiah daripada umat2 terdahulu. Ummat Nabi Muhammad mendapat bnyak khususiah sehingga ada dikalangan ummat2 nabi terdahulu rasa iri terhadap ummat Muhammad saw yg mendapat kelebihan disebabkan atas kemuliaan Nabi Muhammad saw. Jangan saudara termasuk seperti ummat nabi terdahulu...
Sekiranya hal khususiah dianggap double standard, maka kelebihan ummat Muhammad dari ummat nabi-nabi lain juga boleh dianggap double standard???

Khususiah bagi turunan yg bernasab terhadap baginda boleh dilihat disabdanya :
"Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja'far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami".

MS

Khususiah Kafaah Syarifah ini yg tidak terdapat dalam buku Hj.Muzaffar..
kenapa tidak dimasukkan? saya berpendapat, sekira dimasukkan hal kafaah syarifah ini, akan sukar untuk mereka-mereka yg mengclaim dari turunan Rasulullah... disini letaknya hal bersangkut ilmu nasab!!

Penulis

oleh itu anak dari lelaki alawiyyin berkahwin dengan perempuan ajam tidak terputus nasabnya jika dinisbatkan dari bapanya.saya sudah jelas mengenai penerangan saudara mengenai double standard, namun 1 lg soalan saya yg masih belum terjawab sblm saya membuat kesimpulan untuk diri saya sendiri. saudara belum memberi pendapat saudara mengenai soalan saya ini:

sebelum ini saya telah menyatakan mengenai keturunan yang terasing dan terahsia dari catatan naqib. seperti yang berlaku di negeri kelantan, di mana para alawiyyin lelaki berkahwin dengan anak bangsawan ditempat persinggahan, dan sebagai tanda hormat, anak beliau diberikan nama berdasarkan prediket bangsawan seperti tengku,long,nik dan ia terus menerus diwarisi oleh anak lelaki,cucu lelaki dan seterusnya, tetapi ia tidak tercatat dalam mana2 kitab nasab. Dan tiada orang lain yang mengetahui mengenainya kecuali keturunannya dan Allah SWT. apa pendapat saudara mengenai situasi ini? ramai para syed telah menggugurkan prediket syed pada anak lelaki mereka dan memakai prediket tempatan (dari keturunan ibu).di kelantan byk terdapat kes seperti ini.

apa pendapat saudara?

MS

maaf terlepas pandang..
bagi pendapat saya, para2 sayyid terdahulu ramai yg berkahwin dgn wanita tempatan tetapi saya yakin, para sayyid terdahulu akan menyimpan data silsilahnya..kerana sudah menjadi tradisi masyarakat sayyid apalagi yg terawal ratusan tahun dahulu.
Kalau dirujuk dalam kitab Syamsu Dhohiroh akan diceritakan "setiap sayyid yg lahir, kahawin dan yang mau berpergian (kesesuatu tempat) atau yg meninggal akan dicatat secara rapi manaqibnya.
Jadi disini saya melihat walau tiada prediket Sayyid, mereka pasti ada Silsilah yg jelas dan selari dgn silsilah yang dari tempat asal mereka. (hadramaut - khusus sayyid nusantara).
Di indonesia juga tidak dipakai prediket Sayyid/Syed/Syarifah....tetapi mereka ada nama keluarga dihujung nama spt As-Seggaf,Al-Haddad, Al-Mehdar dsb.
Dan bagi pendapat saya, amat dangkal mengatakan para Sayyid terdahulu akan membuang kesemua gelar mereka...walau mereka mahu mengguna gelar tanda hormat dari ibu mereka (bangsawan/istana)..paling tidak mereka menggunakan Tengku Ibrahim Al-Attas (contoh) Tengku Fatimah As-Seggaf (contoh).

Hanya Tengku sahaja turunan tertinggi bangsawan/istana raja2 terdahulu..kalau Nik, Long, Wan ini adalah hasil dari Tengku (Perempuan) yang menikah dgn org kebanyakan.

Bagi sayyid yg menyembunyi ke "Sayyid" an nya adalah hal yang ZALIM terhadap turunannya...kerana apabila jika anaknya yg tidak tahu dia itu Sayyid/Syarifah,maka dia akan langgar segala khususiah yg tersangkut terhadapnya.
dia akan melanggar
: Hukum Kafaah Syarifaah
: Hukum Haramnya memakan Zakat & Sedeqah
: Pemerintah akan mengabaikan anak turunannya dari mendapat hak khumus keatasnya.

Wallahuaqlam..

Penulis

terima kasih diucapkan, saya ingin membuat kesimpulan peribadi saya (tidak melibatkan mana2 pihak).

1. mengenai anak lelaki sharifah dengan ajam
-Hukum yang dikeluarkan bersifat dalaman yakni dikeluarkan oleh alawiyyin kepada para alawiyyin yang lain. Hal ini masih tergantung (bagi masyarkat umum) selagi ia tidak dibincangkan/didedahkan secara umum. dan saya menyerahkan sepenuh kepada Allah untuk menentukan terputus atau tidak nasab itu.buat masa ini, saya berpegang dgn hukum yang sedia ada.

2.Alawiyyin yang dikatakan "ZALIM" dengan berkahwin dengan ajam (golongan bangsawan) dan menggantikan prediket syed/sharifah dengan prediket bangsawan yang lain (yang tidak catat oleh naqib).
-Hanya Allah dan keturunan mereka sahaja yang tahu kebenaran dan kesahihan nasab tersebut (seperti yg di cerita secara turun temurun,serta berdasarkan catatan nenek moyang, bukan dari catatan naqib) serta kenapa mereka sengaja menyembunyikan identiti mereka di mata masyarakat (mungkin faktor keselamatan keturunan dari ancaman musuh Islam pada masa itu, kita boleh melihat iktibar pembunuhan imam2 dari ahlulbait terdahulu yang kebanyakkan mati diracun). Mereka ini mungkin tidak di iktiraf oleh pertubuhan dan tidak mendapat sanjungan daripada masyarakat (sebagai ahlulbait) tapi mungkin dengan rahmat dari Allah mereka dapat mengetahui ketulenan nasab mereka sendiri (hanya untuk pengetahuan sesama kerabat,bukannya utk hebahan umum kerana dikuatiri akan berlaku fitnah) dengan izin Allah dan petunjukNya.Oleh itu secara rasminya tidak di iktiraf, tetapi tidak semestinya dakwaan mereka betul atau salah. Biarlah Allah dan mereka sahaja yang menyimpan rahsia mereka. sementara ia masih lagi menjadi rahsia, saya mengakui apa yang diiktiraf mengikut saluran yang betul sahaja tapi saya tidak pula menyangkal mungkin nasab itu benar (jika mereka benar2 merahsiakan nasab mereka).sesungguhnya Allah itu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui dan Allah tahu apa yang dirancangkan olehNya.

3. pengesahan nasab melalaui kasyaf/ladunni
- walaupun tidak di iktiraf secara intelektual/rasmi, saya tidak menafikan ianya mungkin benar (pernah tanya Sheikh mursyid dari salah satu tarekat muktabar).hanya Allah dan mereka yang mengalami pengalaman spritual (kasyaf/ladunni) sendiri yang dapat memastikan kesahihannya. Ia juga tidak boleh diisytihar secara rasmi (simpan rahsia ini untuk diri sendiri dan kaum kerabatnya sahaja).jika ianya diterima, makin ramai yang tampil dan mendakwa.

rumusan dan kesimpulan ini adalah pendapat peribadi dari saya semata-mata dan ianya tiada kena mengena dengan mana2 pihak. semoga Allah mengurniakan Ilmu dan melimpahkan rahmatNya untuk kita semua agar semua rahsia dan perancanganNya dapat diketahui oleh kita dengan izinNya.

Dengan ini saya tidak menyokong atau menafikan mana2 pihak yang mendakwa nasabnya dari leluhur Rasulullah SAW sedangkan nasabnya tidak di iktiraf oleh pertubuhan kerana saya percaya kepada perancangan dan rahsia Allah, terutamanya pada akhir zaman ini. Wallahuallam..

sekian terima kasih
salam ukhuwah

MS

saya tidak keberatan sekiranya saudara tidak menyokong dalil2 yg saya kemukankan ini..
itu hak saudara...
cuma pembetulan sedikit, saya tidak mengatakan ZALIM mengahwini ajam dan menukar prediket...itu bukan ayat saya..sila semak semula..

Hal Hukum yg dianggap tergantung itu bagi masyarakat umum, bagi masyarakat alawiyyin yg berpegang pada tuntutan datuk mereka yg mengatakan :
"Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja'far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami".


Berkenaan Imam2 dari kalangan Ahlulbait ramai yg terbunuh dan diracun tetapi silsilah mereka tidak berkubur bersama..
Hukum2 khususiah ini juga disembunyikan oleh musuh2 ahlul bait (yazid laknatullah) yg iri terhadap kemuliaan dan kelebihan ahlulbait...sebab tu yg membunuh imam2 ahlulbait terdiri dari orang2 islam sendiri..

Pengesahan Nasab melalui Kasyaf, saudara juga menyebut "Mungkin Benar" bermakna desebalik "mungkin benar" ada juga "mungkin tidak benar"..mungkin adalah ayat was-was...dalam hal nasab tidak boleh ada was-was,kerana nasab bersangkutan dgn hukum..
sekiranya mungkin benar nasabnya = alhamdulillah..
jika mungkin tidak benar nasabnya = laknatullah..

saudara bersetuju "Ia juga tidak boleh diisytihar secara rasmi (simpan rahsia ini untuk diri sendiri dan kaum kerabatnya sahaja).jika ianya diterima, makin ramai yang tampil dan mendakwa"...saya juga agak setuju dgn hal ini..
tapi hari ini sudah mengistiharkan secara rasmi di fb dan di blog dan mengajak mrk yg bergelar wan,nik,che,megat,ku dan yg berprediket ikut gabung mengaku2 nasalb kepada Rasulullah...



Penulis

terima kasih, mengenai zalim tu saya sepatutnya menerangkan zalim kepada keturunannya, kerana malang bagi keturunannya tidak mengetahui mereka dari keturunan yang mulia dan malang bagi keturunannya tidak tahu mereka tidak boleh menerima zakat dan menerima sedekah. saya tertinggal yang ini.

apa yang masa tidak jelas sekarang hanya mengenai status genetik anak hasil dari perkahwinan sharifah dengan ajam, adakah masih mempunyai darah ahlulbait didalamnya dari segi agama bukannya dari segi sains.kalau untuk bangsawan, kita boleh cakap saya berketurunan tengku dari sebelah ibu. adakah ia boleh diguna pakai oleh si anak dengan mengatakan saya berketurunan rasulullah saw dari sebelah ibu? hal ini mesti dijelaskan dengan sejelas jelasnya agar tidak berlaku kekeliruan antara mengaku nasab dengan mengaku keturunan.

saudara telah mengemukan dalil dan info yang seseuai untuk di sebarkan kepada umum.namun info2 tersebut mungkin tidak sesesuai untuk sesetengah situasi istimewa yang terjadi dengan izin Allah (kes syed berkahwin dengan ajam dan membuang prediket pada anaknnya)
bagi pihak diri saya, perbincangan ini telah tamat dan saya telah mendapat info yang saya mahu untuk meneruskan kajian saya dari masa ke semasa.terima kasih diatas kerjasama saudara, mungkin kita akan bersua lagi untuk membincangkannya lagi jika masih ada kesamaran tentang sesuatu.

MS

Benar, definasi ZALIM adalah meletakkan sesuatu hal yg tidak pada tempatnya.

Genetik terhadap anak Syarifah berkahwin dgn Ahwal/Ajam tetap ada dan bagi pendapat peribadi saya, boleh seseorang itu mengaku "saya adalah turunan rasulullah dari sebelah ibu". Bagi sianak tidak boleh melebihi dari itu utk dia membuat penyataan, sebab jika mahu lebih...dia harus dibahas masalah kafaah ibu nya..
kerana jika sianak mahu merungkai masalah statusnya yg dianggap kes terkebelakang, harus dirungkai masalah kafaah ibunya yakni kes yg terkedepan..
dia tetap anak Syarifah dan mengalir darah syarifah ditubuhnya, tetapi nasab keturunannya terputus dari Rasulullah dan dia tidak dapat khususiah spt yg pernah saya terangkan..

Nabi bersabda bahwa "Semua anak Adam benasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak Fathimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka".
Sabda Nabi Saw ini terdapat didalam berbagai kitab antara lain "Mustadrakus-Shalihain", "Ad-Dur Almantsur" tulisan As-Sayuthiy, "Kanzul Ummal", "Sunnah A-Tirmudziy", "Tafsir At-Thabraniy", "Khasha'ish an-Nasa'iy", "Tarikh Baghdad", "Al-Isti'ab", "Ar-Riyadh an-Nadhrah", "Musnad Abi Dawud", "Asad Al-Ghabah dan lain-lain. Penulis Tafsir Al-Manar", Syeikh Muhammad 'Abduh dalam menafsirkan ayat 84 Surah Al-An'am.

Hadits Nabi Saw tersebut diatas sangat terlihat jelas dan tegas. Bahwasanya hanya anak-anak Fathimah dan Imam Ali (Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain) sajalah yang mengambil Nasab kepada beliau. Karena keturunan beliau Saw melalui Sayyidina Ali dan Sayyidatuna Fathimah Azzahra.. Sedangkan keturunan selanjutnya mengikuti Nasab ayah mereka masing-masing. Disinilah nanti akan terlihat siapakah yang terpelihara Nasabnya dan siapakah yang teputus Nasabnya.. Apabila kemudian ada seorang Syarifah menikah dengan seorang Ajam dan mempunyai anak, maka jelaslah Nasab anaknya itu tersambung kepada ayahnya, dan tidak tersambung kepada Nasab ibunya lagi. Artinya anak-anak Syarifah yang kahwin Ajam tadi tidak termasuk lagi kepada aal Muhammad. Perhatikan pembahasan yang mengenai penetapan Nabi Saw perihal "nasab" ini dalam khutbah di Padang 'Arafah. Dalam hal Nasab Rasulullah ini, janganlah kita buat definisi yang lain kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena sangatlah mustahil ketetapan Nabi Saw itu bertentangan dengan kehendak Allah SWT.

Penulis

Syukran.penjelasan berasaskan hukum fiqh dan dalil yang baik.Boleh saya compilekan info ini dibawah tajuk penjelasan mengenai nasab syari'e Ahlulbait Zahir.Lepas ini saya nak kaji mengenai Ahlulbait zahir/batin mengikut pandangan ahli sufi dan tasawuf pula.mari kita akhiri dengan Al-Fatihah ILA Ziadatan Fil Sharofil Mustofa Saiyidina Wal Maulana Rasullah SAW.

MS

Al-Fatihah

p/s: Adakah Allah memandang manusia di atas darjatnya seperti manusia memandang manusia lain kerana darjatnya?

1 ulasan:

elfan berkata...

Bicara masalah keberadaan 'ahlul bait' atau keturunan nabai, disatu pihak ada kaum yang mengklaim bahwa merekalah yang satu-satunya berhak 'mewarisi' mahkota atau tahta keturunan 'ahlul bait'. Ee pihak kaum yang satunya juga tak mau kalah bahwa merekalah yang pihak pewaris tahta keturunan 'ahlul bait'. Dalil kedua pihak ini, sama-sama merujuk pada peran dan keberadaan dari Bunda Fatimah, anak Saidina Muhammad SAW bin Abdullah, sebagai 'ahlul bait' yang sesungguhnya dan sering dianggap oleh sebagian besar umat Muslim sebagai pewaris 'keturunan nabi atau rasul'.

Jika kita merujuk pada Al Quran, yakni S. 11:73, 28:12 dan 33:33 maka Bunda Fatimah ini tinggal 'satu-satu'-nya dari beberapa saudara kandungnya. Benar, jika beliau inilah, salah satu pewaris dari tahta ahlul bait. Sementara saudara kandungnya yang lainnya, tidak ada yang hidup dan berkeluarga yang berumur panjang.

Begitu juga, terhadap saudara kandung Saidina Muhammad SAW juga berhak sebagai 'ahlul bait', tapi sayang saudara kandungnya juga tidak ada karena beliau adalah 'anak tunggal'. Apalagi kedua orangtua Saidina Muhammad SAW, yang juga berhak sebagai 'ahlul bait', tetapi sayangnya kedua orangtuanya ini tak ada yang hidup sampai pada pengangkatan Saidina Muhammad SAW bin Abdullah sebagai nabi dan rasul Allah SWT.

Kembali ke masalah Bunda Fatimah, karena tinggal satu-satunya sebagai pewaris tahta 'ahlul bait', maka timbullah masalah baru, bagaimana pula status dari anak-anak dari Bunda Fatimah yang bersuamikan Saidina Ali bin Abi Thalib, keponakan dari Saidina Muhammad SAW, apakah anak-anaknya juga berhak sebagai 'pewaris' tahta ahlul bait?.

Dengan meruju pada ketiga ayat di atas, maka karena Bunda Fatimah adalah berstatus sebagai 'anak perempuan' dari Saidina Muhammad SAW, dan dilihat dari sistim jalur nasab dengan dalil QS. 33:4-5, maka perempuan tidak mempunyai kewenangan untuk menurunkan nasabnya. Kewenangan menurunkan nasab tetap saja pada kaum 'laki-laki', kecuali terhadap Nabi Isa As. yang bernasab pada bundanya, Maryam.

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa menurut konsep Al Quran, bahwa kita tidak mengenal sistim pewaris nasab dari pihak perempuan, artinya sistim nasab tetap dari jalur laki-laki. Otomatis Bunda Fatimah walaupun beliau adalah 'ahlul bait', tidak bisa menurunkan nasabnya pada anak-anaknya dengan Saidina Ali bin Abi Thalib. Anak-anak dari Bunda Fatimah dengan Saidina Ali, ya tetap saja bernasab pada nasab Saidina Ali saja.

Kesimpulan akhir, bahwa tidak ada pewaris tahta atau mahkota dari AHLUL BAIT, mahkota ini hanya sampai pada Bunda Fatimah anak kandung dari Saidina Muhammad SAW. Karena itu, kepada para pihak yang memperebutkan mahkota ahlul bait ini kembali menyelesaikan perselisihan fahamnya. Inilah mukjizat dari Allah SWT kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, sehingga tidak ada pihak hamba-Nya, manusia yang mempunyai status istimewa dihadapan Allah SWT, selain hamba pilihan-Nya, nabi, rasul dan hamba-Nya yang takwa, muttaqin.