Sabtu, Ogos 21, 2010

Watak yang telah ghaib

Wali ke sepuluh yang kurang mendapat liputan dalam coretan sejarah Dikatakan salah seorang dari wali songo (sembilan) yang sebelumnya adalah sepuluh orang. Nama Syeikh Siti Jenar masih lagi menjadi misteri sama ada benar-benar wujud atau tidak. Beliau dikatakan sesat kerana membawa ajaran Wahdatul Wujud.

Siapa Syeikh Siti Jenar?

Mengikut wikipedia:

Syekh Siti Jenar (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya. Di masyarakat terdapat banyak varian cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar.

Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti. Akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri. Ajaran - ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya. Meskipun demikian, ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti.

Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Walisongo. Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh Walisongo.


Mengikut www.sufinews.com

Sejarah Syekh Siti Jenar, salah satu dari generasi para Wali di tanah Jawa, memang berbeda dengan Husein bin Manshur al-Hallaj, walaupun tragedi historisnya hampir bermiripan, tetapi sebenarnya kasusnya juga berbeda. Jika al-Hallaj memang memiliki otentitas sejarah dengan data-data akurat, bahkan karya-karyanya yang bisa dibaca oleh generasi sufi, seperti Kitab Ath-Thawasin dan yang lainnya, lain lagi dengan Syekh Siti Jenar.

Data tentang Syekh Siti Jenar ini, lebih banyak menggunakan data sekunder. Sehingga para sejarawan Islam sendiri banyak yang tidak bisa menunjukkan orisinalitasnya, lebih banyak interpretasi dari para penulis sejarah itu sendiri. Film Walisongo yang sangat terkenal dengan eksekusi terhadap Syekh Siti Jenar juga tidak sepenuhnya benar. Apalagi di kemudian hari banyak sekali sejarah dengan versi yang berbeda-beda. Ironisnya, sejarah yang tidak akurat itu dianut oleh sekelompok aliran kebatinan di Jawa yang mengklaim dirinya bermadzhab Syekh Siti Jenar, yang sangat ekstrem, yakni tidak perlu bersyari’at dalam menjalankan agamanya (Islam).

Apakah benar bahwa sesungguhnya yang dibunuh itu adalah Syekh Siti Jenar? Itulah awal polemik sesungguhnya. Sebab versi lain juga mengatakan pada dasarnya Syekh Siti Jenar tidak dibunuh, tetapi hidup sampai akhir hayat dalam ‘uzlahnya. Nama beliau adalah Abdul Jalil, dan kelak populer sebagai Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang.

Apa yang diucapkan oleh Syekh Siti Jenar, kemudian dianggap kontroversial itu memang sama dengan pandangan al-Hallaj. Namun pandangannya tentang Manunggaling Kawulo Gusti, tidak bisa sama sekali diartikan sama dengan pantheisme atau Wahdatul Wujud. Terminologi “Ittihad” dalam pandangan al-Hallaj juga bukan berarti pantheisme atau Wahdatul Wujud. Ittihad berarti menyatu. Apa yang menyatu? Yang menyatu adalah syuhudnya, bukan wujudnya. Sebagaimana ketika Anda sedang bercermin, hati Anda secara otomatis mengatakan: “Itulah aku”. Sebuah ungkapan reflektif di luar kesadaran. Anda sebenarnya menyatu dengan gambar yang memantul dalam cermin itu. Tetapi ketika Anda katakan kepada banyak orang bahwa cermin itu adalah Anda sendiri, tentu salah. Sebab cermin ya cermin, Anda ya Anda. Kalau ada interaksi antara Anda dengan cermin, itu semata karena adanya pantulan yang Anda saksikan, dan yang pertama kali menyaksikan adalah hati Anda. Kesaksian itulah yang disebut syuhud. Jadi yang menyatu bukan wujudnya tetapi syuhudnya.

Karena itu, istilah Wahdatul Wujud adalah salah besar kalau dialamatkan kepada kedua belah pihak (baik Syekh al-Hallaj maupun Syekh Siti Jenar). Kalimat Wahdatul Wujud, muncul pertama kali dari lisan seorang ulama yang anti terhadap gerakan tasawuf yang menuduh Ibnu ‘Arabi itu musyrik karena menganut pantheisme atau Wahdatul Wujud. Ulama itu tidak lain adalah Ibnu Taimiyah.

Dalam seluruh naskah ulama salaf sufi, ternyata tidak satu pun kata Wahdatul Wujud ada di sana. Bahkan kalangan pemikir Islam modern dan pakar filsafat Islam masih “terjerumus” dalam terminologi tersebut, dengan mengklaim tasawuf identik dengan Wahdatul Wujud. Suatu kesalahan yang sangat rancu dalam pandangan kefilsafatan Islam.

Mengapa mereka demikian? Karena mereka tidak menyelami tasawuf secara ‘amaliyah, dan bahkan belum menghayati sampai pada tingkat ahwal yang hakiki. Apa yang mereka katakan tidak lebih dari pandangan ilmiah yang keliru belaka.

Mengenai drama eksekusi Syekh Siti Jenar, kalau toh kita toleran terhadap tragedi itu, semata hanya untuk menjunjung syari’at agar tidak lepas dari hakikat. Atau dengan kata lain jangan sampai orang yang memasuki dunia hakikat terkena tipu daya dan mengklaim dirinya telah sampai kepada Allah, padahal masih di “pintu gerbang”-Nya belaka. Hal yang sama, jangan sampai orang-orang syari’at sombong dengan fiqihnya, karena fiqih tanpa hakikat akan terjerumus dalam ke-zindik-an yang tragis.

Jadi, lebih baik kita vakumkan dulu sebelum ada penelitian yang lebih konprehensif mengenai sejarah Syekh Siti Jenar. Dengan begitu kita tidak segera menjatuhkan vonis kepada Walisongo.

Lebih dari itu, aliran kebatinan perlu juga merefleksi ulang terhadap ajaran yang tidak bersyari’at. Harus diingat bahwa syari’at itu bukanlah sarana mencapai hakikat. Karena ditinjau dari segi lain, syari’at itu juga hakikat dan hakikat adalah syari’at. Syari’at datangnya dari Allah, karena itu menjalankan syari’at itu merupakan perintah Allah, bukan sarana untuk mencapai Allah. Hakikat juga disebut syari’at, karena hakikat juga aturan-aturan Ilahi dalam jiwa manusia, karena itu posisinya sama, dan satu sama lain tidak boleh dipisahkan.

Menurut satu sumber yang lain:

Syekh Siti Jenar lahir sekitar tahun 829 H/1348 C/1426 M (Serat She Siti Jenar Ki Sasrawijaya; Atja, Purwaka Tjaruban Nagari (Sedjarah Muladjadi Keradjan Tjirebon), Ikatan Karyawan Museum, Jakarta, 1972; P.S. Sulendraningrat, Purwaka Tjaruban Nagari, Bhatara, Jakarta, 1972; H. Boedenani, Sejarah Sriwijaya, Terate, Bandung, 1976; Agus Sunyoto, Suluk Abdul Jalil Perjalanan Rohani Syaikh Syekh Siti Jenar dan Sang Pembaharu, LkiS, yogyakarta, 2003-2004; Sartono Kartodirjo dkk, [i]Sejarah Nasional Indonesia, Depdikbud, Jakarta, 1976; Babad Banten; Olthof, W.L., Babad Tanah Djawi. In Proza Javaansche Geschiedenis, ‘s-Gravenhage, M.Nijhoff, 1941; raffles, Th.S., The History of Java, 2 vol, 1817), dilingkungan Pakuwuan Caruban, pusat kota Caruban larang waktu itu, yg sekarang lebih dikenal sebagai Astana japura, sebelah tenggara Cirebon. Suatu lingkungan yg multi-etnis, multi-bahasa dan sebagai titik temu kebudayaan serta peradaban berbagai suku.

Selama ini, silsilah Syekh Siti Jenar masih sangat kabur. Kekurangjelasan asal-usul ini juga sama dgn kegelapan tahun kehidupan Syekh Siti Jenar sebagai manusia sejarah.
Pengaburan tentang silsilah, keluarga dan ajaran Beliau yg dilakukan oleh penguasa muslim pada abad ke-16 hingga akhir abad ke-17. Penguasa merasa perlu untuk “mengubur” segala yg berbau Syekh Siti Jenar akibat popularitasnya di masyarakat yg mengalahkan dewan ulama serta ajaran resmi yg diakui Kerajaan Islam waktu itu. Hal ini kemudian menjadi latar belakang munculnya kisah bahwa Syekh Siti Jenar berasal dari cacing.

Dalam sebuah naskah klasik, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas,
“Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia berdarah kecil saja (rakyat jelata), bertempat tinggal di desa Lemah Abang]….

Jadi Syekh Siti Jenar adalah manusia lumrah hanya memang ia walau berasal dari kalangan bangsawan setelah kembali ke Jawa menempuh hidup sebagai petani, yg saat itu, dipandang sebagai rakyat kecil oleh struktur budaya Jawa, disamping sebagai wali penyebar Islam di Tanah Jawa.
Syekh Siti Jenar yg memiliki nama kecil San Ali dan kemudian dikenal sebagai Syekh ‘Abdul Jalil adalah putra seorang ulama asal Malaka, Syekh Datuk Shaleh bin Syekh ‘Isa ‘Alawi bin Ahmadsyah Jamaludin Husain bin Syekh ‘Abdullah Khannuddin bin Syekh Sayid ‘Abdul Malikal-Qazam. Maulana ‘Abdullah Khannuddin adalah putra Syekh ‘Abdul Malik atau Asamat Khan. Nama terakhir ini adalah seorang Syekh kalangan ‘Alawi kesohor di Ahmadabad, India, yg berasal dari Handramaut. Qazam adalah sebuah distrik berdekatan dgn kota Tarim di Hadramaut.

Syekh ‘Abdul Malik adalah putra Syekh ‘Alawi, salah satu keluarga utama keturunan ulama terkenal Syekh ‘Isa al-Muhajir al-Bashari al-‘Alawi, yg semua keturunannya bertebaran ke berbagai pelosok dunia, menyiarkan agama Islam. Syekh ‘Abdul Malik adalah penyebar agama Islam yg bersama keluarganya pindah dari Tarim ke India. Jika diurut keatas, silsilah Syekh Siti Jenar berpuncak pada Sayidina Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah. Dari silsilah yg ada, diketahui pula bahwa ada dua kakek buyutnya yg menjadi mursyid thariqah Syathariyah di Gujarat yg sangat dihormati, yakni Syekh Abdullah Khannuddin dan Syekh Ahmadsyah Jalaluddin. Ahmadsyah Jalaluddin setelah dewasa pindah ke Kamboja dan menjadi penyebar agama Islam di sana.
Adapun Syekh Maulana ‘sa atau Syekh Datuk ‘Isa putra Syekh Ahmadsyah kemudian bermukim di Malaka. Syekh Maulana ‘Isa memiliki dua orang putra, yaitu Syekh Datuk Ahamad dan Syekh Datuk Shaleh. Ayah Syekh Siti Jenar adalah Syekh Datuk Shaleh adalah ulama sunni asal Malaka yg kemudian menetap di Cirebon karena ancaman politik di Kesultanan Malaka yg sedang dilanda kemelut kekuasaan pada akhir tahun 1424 M, masa transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sumber-sumber Malaka dan Palembang menyebut nama Syekh Siti Jenar dgn sebutan Syekh Jabaranta dan Syekh ‘Abdul Jalil.

Pada akhir tahun 1425, Syekh Datuk Shaleh beserta istrinya sampai di Cirebon dan saat itu, Syekh Siti Jenar masih berada dalam kandungan ibunya 3 bulan. Di Tanah Caruban ini, sambil berdagang Syekh Datuk Shaleh memperkuat penyebaran Islam yg sudah beberapa lama tersiar di seantero bumi Caruban, besama-sama dgn ulama kenamaan Syekh Datuk Kahfi, putra Syehk Datuk Ahmad. Namun, baru dua bulan di Caruban, pada tahun awal tahun 1426, Syekh Datuk Shaleh wafat.
Sejak itulah San Ali atau Syekh Siti Jenar kecil diasuh oleh Ki Danusela serta penasihatnya, Ki Samadullah atau Pangeran Walangsungsang yg sedang nyantri di Cirebon, dibawah asuhan Syekh datuk Kahfi.

Jadi walaupun San Ali adalah keturunan ulama Malaka, dan lebih jauh lagi keturunan Arab, namun sejak kecil lingkungan hidupnya adalah kultur Cirebon yg saat itu menjadi sebuah kota multikultur, heterogen dan sebagai basis antarlintas perdagangan dunia waktu itu.

Saat itu Cirebon dgn Padepokan Giri Amparan Jatinya yg diasuh oleh seorang ulama asal Makkah dan Malaka, Syekh Datuk Kahfi, telah mampu menjadi salah satu pusat pengajaran Islam, dalam bidang fiqih dan ilmu ‘alat, serta tasawuf. Sampai usia 20 tahun, San Ali mempelajari berbagai bidang agama Islam dgn sepenuh hati, disertai dgn pendidikan otodidak bidang spiritual.

Sumber http://yuliano.vox.com/library/post/asal-usul-syekh-siti-jenar.html

Nasab Syekh Siti Jenar Bersambung Sampai ke Rasulullah diakui oleh Robithoh Azmatkhan

Abdul Jalil Syeikh Siti Jenar bin

1. Datuk Shaleh bin

2. Sayyid Abdul Malik bin

3. Sayyid Syaikh Husain Jamaluddin @ Jumadil Qubro @ Jamaluddin Akbar Al-Khan (Gujarat, India) bin

4. Sayyid Ahmad Shah Jalal @ Ahmad Jalaludin Al-Khan bin

5. Sayyid Abdullah AzhmatKhan (India) bin

6. Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir AzhmatKhan (Nasrabad) bin

7. Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut, Yaman) bin

8. Muhammad Sohib Mirbath (lahir di Hadhramaut, Yaman dimakamkan di Oman) bin

9. Sayyid Ali Kholi’ Qosim bin

10. Sayyid Alawi Ats-Tsani bin

11. Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin

12. Sayyid Alawi Awwal bin

13. Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah bin

14. Ahmad al-Muhajir (Hadhramaut, Yaman ) bin

15. Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi (Basrah, Iraq) bin

16. Sayyid Muhammad An-Naqib bin

17. Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin

18. Sayyidina Ja’far As-Sodiq (Madinah, Saudi Arabia) bin

19. Sayyidina Muhammad Al Baqir bin

20. Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin {menikah dengan (34.a) Fathimah binti (35.a) Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Tholib, kakak Imam Hussain} bin

21. Al-Imam Sayyidina Hussain bin

(22.a) Imam Ali bin (23.a)Abu Tholib dan (22.b) Fatimah Az-Zahro binti (23.b) Muhammad SAW

Tentang Silsilah ke-atas dr Syeikh Siti Jenar dan para walisongo lainnya sudah diakui oleh para ulama nasab dari Yaman, Malaysia dan Thailand..para sayyid dan kalangan habaib yg memahami ilmu nasab banyak yg mencantumkannya di bawah nama fam. Azmatkhan, dan sudah menulis beberapa kitab mengenai ini, dan diakui Robithoh Alawiyah, Naqobatul Asyrof dan Robithoh Azmatkhan ..(Tentunya disini tidak ada nama tokoh pewayangan) untuk keterangan lebih lanjut bisa buka situs www.azmatkhanalhusaini.com dan bisa tanya jawab dengan Kyai Ali bin Badri selaku pengurusnya …wassalam

Sumber Diskusi di Facebook.

Pertanyaan seputar Syekh Siti Jenar di group Resmi AZMAT KHAN AL-HUSAINI (Pattani, Royal Kelantan, Walisongo Family & Relatives etc.)

Muhammad Iqbal Jazakallah bib, numpang baca2 Notes nya ya. ^_^

Nurfadhilah Khan Al-Husaini afwan notes ana kbanyakan ttg ilmu nasab.. dan kbanyakan manfaatnya mungkin baru kepada keluarga.. insya Allah ke depan ana akan menulis yg manfaat & hikmahnya bisa lbh luas buat umat & masyarakat.. syukron atas inspirasi & pengingatan dr antum

Muhammad Iqbal afwan bib, justru ana tertarik disitu bib. ana selalu tertarik sejarah wali 9.
ana mau tanya bib, apakah Syaikh Siti Jenar juga ‘Alawiyyin? Dibuku suluk Abdul Jalil terbitan LKIS pengarang mengatakan beliau anak Syaikh Datuk Sholeh (paman dari Syaikh Datuk Kahfi). dan apakah di masa sekarang ini masih ada keturunan Syaikh Siti Jenar?
Di notes antum disebutkan, Sunan Kali Jaga adalah anggota Wali 9 angkatan ke-empat (wafat 1513). Syaikh Siti Jenar Wali 9 angkatan ke-lima (wafat tahun 1517). padahal disejarah2 yg beredar Syaikh Siti Jenar maqtul ditangan Sunan Kali Jaga.
ana jadi bingung bib, banyak sejarah yg simpang siur dan ga tau mau bertanya kepada siapa?
makanya ana bersyukur bisa bertanya kepada antum selaku dzuriyat…. ^_^
maaf merepotkan bib, semoga Allah memberkahi.

Nurfadhilah Khan Al-Husaini Ya Syeikh Sidi Jenar Azmatkhan Al-Husaini seorang alawiyyin yg nasabnya bin Datuk Shaleh bin Abdul Malik bin Husein Jamaluddin bin Ahmad bin Abdullah bin Abdul Malik AZMATKHAN bin Alawi bin Muhammad bin Ali bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Imam Ja’far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Husein bin Imam Ali + Fathimah binti Nb Muhammad

Bagi Naqobah aal Azmatkhan Al-Husaini, crita ttg perseturuan Syeikh sidi Jenar dgn walisongo lainnya adalah sekedar mitos & kisah yg mana hikmaknya spy yg spiritualitas mesti diselaraskan dengan syariah. bliau tidak mengalami hukuman dr walisongo.. hanya saja ada perbedaan pola & metode dakwah spiritualitas antara mereka, hal ini krn Syeikh Sidi Jenar mngambil tarekat jalur Utsman bin Affan (Para Wali lain banyk yg berjalur k abu bakar & imam Ali) yg mana dalam tarekat Walisongo semuanya berhimpun.

Bahkan Sidi Jenar adalah mertua dari Sunan Kalijaga.. kl keturunan grs laki ke beliau ana juga masih kurang faham, mungkin ada… tp dr jalur pernikahan sunan kalijaga dgn zainab putri Syeikh Sidi Jenar menurunkan Nyai Ageng Pengging ibu dr Jaka Tingkir yang turunannya banyak menjadi ulama seperti KH Hasyim Asyari, KH Abdul Hamid Pasuruan, Gus Dur dll.. kebetulan ana & para tubagus & ratu banten turunan Raja ke-4 Banten memiliki tautan ke jalur tsb pula dr grs perempuan.. begitu juga para Raden turunan Mataram

Muhammad Iqbal Subhanallah.. makasi penjelasannya bib. kemudian bib, alafwu mungkin ini agak sensitif. banyak baalwi yg tidak mengakui ke Sayyidan Gus Dur (Basyaiban) dan Azmatkhan juga.karena konon banyak dr garis perempuan atau bagaimana ana juga kurang jelas. padahal semua ‘Alawiyyin awalnya juga datang dari Sayyidati Fathimah Az Zahra, tetapi tetap dikatakan dzuriyat Baginda nabi SAW? Mengapa setelahnya ada penolakan akan hal tersebut dengan alasan demi terjaganya nasab, jadi hanya dari jalur bapak. ini yg tidak saya mengerti bib. @_@

Nurfadhilah Khan Al-Husaini Yang Pasti masih banyak Sayyid & Syarifah garis laki dari jalur Azmatkhan…mm Iya ini agak sensitif .. lbh baik dibicarakan d inbox, yg pasti kita harus toleran atas setiap pandangan yg berbeda.. Apalagi Allah memberi pahala ijtihad yg benar dgn 2 pahala & yg salah 1 pahala..

Muhammad Iqbal Afwan bib, tafadhol. ana tunggu di inbox bila tidak merepotkan antum. syukron ^_^

Nurfadhilah Khan Al-Husaini Kalo masalah pengakuan ttg azmatkhan sy jlaskan dl disini, turunan garis laki/ Sayyid Azmatkhan masih banyak .. perbedaannya dgn pendataan para Habaib mereka menjaga “Ke-’Asyrafan” / jalur patrineal Sayyid & Syarifah.. sedangkan Qabilah Azmatkhan mendata “Ke-zuriyatan” k rasul baik dr grs laki lurus (Asyraf) & perempuan (Yg nasabnya terputus bila dlm pandangan habaib hadhrami).. perbedaan kebiasaan, perbedaan takwil ttg makna zuriyat, pembauran kluarga azmatkhan dgn para Penduduk Asli Nusantara, serta kurangnya ilmu & sosialisasi ttg ilmu nasab di kedua belah pihak..sehingga ada yg blum kenal seakan tidak mengakui azmatkhan, tapi bagi yg memahami insya Allah mengakui azmatkhan mski ada perbedaan pandangan

scr pendataan bukanlah kapabilatas Rabitah Alawiyah Maktab Daimi & Naqobatul Asyraf utk mengesahkan jalur nasab kami.. krn adanya jeda waktu ratusan tahun yg mana kluarga kami sampai k nusantara lbh dulu dr mereka, sehingga mrk tidak punya sanad ilmu nasab ttg jalur kami & kami sendiri-lah yg punya sanad ilmu, ksaksian & pnjagaannya. Setiap kluarga lbh tahu mengenai kluarganya sendiri dibanding orang lain tahu ttg kluarga tsb.

Yg lainnya nanti kita bicarakan di inbox tetap dengan toleransi, hormat & cinta kpd para Habaib..

Muhammad Iqbal Aamiin bib, ana sbg muhibbin trkadang butuh data dan fakta sejarah yg valid demi menangkal fitnah wahabiyyin yg mengatakan Baginda Nabi saw itu abtar. ^_^

Nurfadhilah Khan Al-Husaini iya sekalian kita bahas d inbox ni lagi ana siapkan tulisannya.. yg pasti Rasul tidak abtar sesuai dalil Surat Al-Kautsar (cek asbabun nuzulnya) yg seringkali kita baca.. bahkan Firman Allah justru mereka yg menghina Rasul Abtar.. malahan terputus nasabnya.. sedangkan turunan Rasul terus tersambung sampai kiamat sesuai dalil hadist yg masyhur Sesungguhnya nasabku & sababku tidaklah terputus sampai hari kiamat

sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=127583963927978

p/s: secara jujurnya aku masih lagi membuat kajian dan mengumpul maklumat mengenai tokoh misteri ini. Sesiapa yang ada maklumat mengenai Sheikh Siti Jenar, boleh la mem"paste"kan di ruangan comment, kalau boleh sertakan dengan sumber rujukan sekali.

Tiada ulasan: